May 11, 2010

Aktualisasi Pemahaman Ibadah


Segala sesuatu yang baik yang kita niatkan ibadah kepada Allah akan bernilai ibadah pula. Begitulah pemahaman kita akan makna ibadah. Begitu pentingnya suatu arti ibadah sampai-sampai hampir semua ulama menulis berjilid buku tentang ibadah. Ibadah memang terlalu luas untuk bisa ditulis dalam beberapa buku; apalagi ditulis hanya dalam beberapa paragraph yang sangat ringkas ini. Namun disini akan kita coba untuk mengambilnya dari satu sisi saja yang mana satu sisi ini sangatlah penting sekali bagi ibadah itu sendiri yaitu, pemahaman kita akan makna ibadah.

Islam dengan ke-universalitasan-nya telah memadukan antara dua aspek yang mempunyai daerahnya sendiri-sendiri. Aspek religius yang menyangkut hubungan vertical antara mahluk dengan Tuhannya dan aspek duniawi antara mahluk dengan sesamanya. Islam telah menggabungkan keduanya dengan mengikatnya dalam satu frame yang disebut ibadah. Dalam frame ini, Hubungan antara keduanya telah melahirkan satu garis tegak lurus yang menghilangkan perbedaan antara aspek religius dan aspek duniawi. Sehingga, hubungan apapun antar sesame mahluk juga tidak lain adalah hubungan antara mahluk dengan Tuhannya karena dari Dia-lah semua mahluk ada. Namun tentunya tidak semua hubungan tersebut bisa dikatakan ibadah. Hanya hubungan yang baik dengan niat ikhlas-lah yang akan bernilai ibadah.

Ibadah bisa dibagi menjadi dua macam, yakni ibadah yang bermanfaat untak pribadi (individual/syakhshiyah) dan untuk orang lain atau masyarakat (sosial/ijtima'iyah). Sebelum meningkatkan amaliah ibadah, seseorang perlu meningkatkan keimanan dan kepercayaan akan wujud Allah dengan segala perintah dan laranganNya, kepercayaan akan adanya pahala serta keyakinan akan manfaat dan faedah dari amaliah ibadah. Sholat, puasa, membaca Al-qur'an dan zikir, hanyalah beberapa contoh dari ibadah individual yang berlabel agama murni. Dan tentu diluar itu semua masih sangatlah banyak macam-macamnya yang lain. bekerja, belajar, saling menghormati, saling menolong, membangun jalan, rumah sakit, hingga makan dan senyum-pun bisa dikategorikan sebagai ibadah jika diniatkan ikhlas pada Allah. dan ini semua bisa dikategorikan kedalam ibadah.

Meskipun ada indikasi yang mencolok bahwa Islam semakin mendapat tempat di kalangan masyarakat, semakin bertambanya jumlah pemeluknya, pembangunan masjid dan musholla, majlis ta'lim serta kajian-kajian Islam, namun hal itu tidak berarti menunjukkan bahwa ajaran agama Islam secara substansial juga berkembang. Berkenaan dengan itu semua, ada fenomena menarik yang sedang terjadi pada umat Islam dimana kita sering terjangkiti oleh syndrome dualisme yang membedakan antara ibadah dalam dua aspek diatas. Kita sering menganggap bahwa aspek pertama lebih bernilai ibadah dari pada aspek kedua atau bahkan hanya aspek pertamalah yang layak disebut ibadah. Sehingga kita kadang merasa ogah atau susah untuk menjalankan aspek yang kedua tersebut. Kita akhirnya hanya sekedar beraktivitas dilingkaran masjid atau dalam hal-hal yang berbau agama murni. Siang kita puasa dan malamnya kita bersujud seribu kali. Di sisi lain, kita tidak mau terjun bekerja, berusaha, belajar dan membangun dunia.

Kalau kita mau mencari akarnya, sebenarnya sikap seperti ini adalah hasil dari kesalah pahaman dalam mengartikan ibadah. Pemahaman tentang konsep ibadah pada umumnya masih terpaku pada bentuk-bentuk ritual formal, terikat oleh syarat, rukun, waktu dan ketentuan-ketentuan tertentu. dan ini adalah bias dari pemahaman ibadah yang tidak bisa dilepaskan dari legal-formal fiqih yang menjadi basis dalam beribadah. Ibadah juga hanya diartikan hal yang berhubungan dengan Tuhan langsung. Bahkan kadang lebih parah dengan mengartikannya sebagai "agama" dengan tanda kutip yang berarti hal-hal yang mempunyai hubunagn dengan agama. Padahal arti ibadah sangatlah luas seluas alam-Nya dan agama hanyalah salah satu forum yang menaungi beberapa macam ibadah secara formal. Diluar itu sangatlah banyak ibadah non-formal yang bisa kita lakukan meski tanpa dengan embel-embel agama.

Seperti konsep amal jariyah, shodaqoh dan zakat. kita masih tidak bisa melepaskan diri dari keformalan ibadah ini yang diatur oleh fiqih. pemahaman ibadah kita tentang beberapa contoh diatas adalah bahwa yang namanya shodaqoh atau amal jariyah lainnya dalam bingkai fiqih adalah Sunnah. sedangkan zakat, adalah wajib meski syaratnya adalah jika telah mencapai nishab. dari pemahaman yang formalis ini, kadang menjadikan kita sangat bernafsu untuk bisa melakukan ibadah wajib yang bernama zakat. Sedang ibadah shodaqoh atau amal jariyah lainnya kita abaikan karena hanya berstatus Sunnah. padahal dari sudut lain semua ibadah tadi bertujuan untuk mensucikan harta sekaligus menolong orang lain dari kesulitan finansial. sedangkan menolong orang lain adalah wajib apalagi saat realitas kita saat ini yang serba sulit.

Kemiskinan dan penganguran dimana-mana. banyaknya anak-anak yang putus sekolah, gelandangan dan lainnya yang akhirnya memunculkan berbagai ketimpangan social dan tindak criminal tentunya harus diperhatikan tidak hanya melalui konsep legal-formal saja, tetapi juga harus dipahami secara realistis lewat konsep ibadah yang menyeluruh (syamil). dan untuk mendapatkan konsep ibadah seperti itu, kita harus mengubah pemahaman kita bahwa shodaqoh saat ini adalah lebih wajib dari zakat meski hukum zakat sendiri tidak bisa dirubah menjadi Sunnah. dari sini kita akan menjadi bersemangat untuk membantu orang dan membangun masyarakat meski dalam formalnya shodaqoh juga tetap Sunnah.

Begitu pula dengan masalah pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan non-agama atau pendidikan umum. belajar ilmu agama lebih penting dan lebih utama dari pada belajar ilmu-ilmu umum. sehingga ulama yang ada dalam hadits "sesungguhnya ulama' adalah pewaris para nabi" seakan hanya dipahami sebgai ulama dalam bidang agama, lainnya tidak. Dan ini adalah suatu pemahaman yang kurang benar dan tidak fair yang mengakibatkan adanya jarak yang sangat jauh antara ilmu agama dengan ilmu umum. Kesalahan kita adalah bahwa kita membedakan sedemikian jauh antara pentingnya ilmu agama dan ilmu umum, seakan ilmu umum adalah sesuatu yang kurang bermanfaat karena tujuannya adlah bersifat sementara. Sedang ilmu agama adlah sesuatu yang akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan hakiki, yaitu akhirat. Akibatnya, kita tidak mempunyai concern terhadap ilmu umum tersebut. Apalagi semenjak kunci peradaban beralih ke Barat, dimana produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian terlahir dari para ilmuan non-muslim.

Mungkin bisa ditelusuri bahwa secara psikologis kita sebagai umat Islam masih terpengaruh oleh trauma sejarah akibat penjajahan yang dilakukan oleh orang-orang Barat, dimana dunia Islam selama sekian ratus tahun telah diperas dan dihancurkan oleh mereka dengan menggunakan produk ilmu pengetahuan. Bahkan sampai sekarang apa yang disebut dengan benturan peradaban seakan memang didengungkan untuk menghancurkan Islam. Namun, bagaimanapun keadaannya, seharusnya kita tidak bisa menyalahkan ilmu pengetahuan (umum) itu sendiri dengan tidak lagi memandang ilmu umum sebagai produk kafir, karena seperti yang dikatakan Imam Ali, bahwa Hikmah adalah sesuatu yang hilang dari seorang muslim, siapa yang menemukannya ia berhak mengambilnya.

Dari kenyataan yang ada, kita sangat ketinggalan dengan pihak lain. umat Islam yang dahulu memimpin dalam masalah ilmiah dengan berbagai teori dan penemuan baru, kini sangatlah jauh dari jejak tersebut. bahkan ada kesan cuek dan menolak mentah-mentah terhadap berbagai pandangan baru yang ada dengan hanya mencukupkan diri membaca bacaan-bacaan keagamaann klasik karya ulama terdahulu; dan itupun tanpa mau mengkritisinya. sehingga alih-alih menelorkan teori atau karya yang baru, kita malah terjebak pada pengagungan terhadap karya-karya klasik. kitapun kahirnya mempunyai watak literalis, jumud serta anti perubahan. seharusnya, ketika kita membaca berbagai karya ulama yang ada dan juga Al-qur'an, kita menemukan semangat dari para ulama tersebut, bagaimana mereka berlomba dalam berkarya tidak hanya dalam ilmu-ilmu agama, namun juga dalam bidang social, sains serta ilmu umum lain.

Tentunya kita telah merasa dan menyaksikan bahwa sebagai umat Islam yang mendapat cap khaira ummah dari Allah, kita ternyata sangat lemah dan jauh dari cap tersebut. meski memang kita pernah mencapai kejayaan, dan peradaban kita memimpin dunia, namun saat ini kita hanya bisa berapologi dengan membanggakan masa lalu. sedang kenyataanya sekarang kita tertinggal jauh dengan umat atau bangsa lain. Sementara bangsa lain sudah berlomba dan berinovasi dalam berbagai bidang, kita masih terjerembab dalam soal apakah inovasi (bid'ah) itu boleh atau tidak. sementara bangsa lain sangat jauh dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dengan memajukan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kemiliteran, kita masih sibuk bertikai dan berebut klaim kebenaran. kita miskin, tapi tidak mau bekerja. kita bodoh tapi tidak mau belajar. kita juga terlalu egois kalau tidak mau dikatakan fatalis, dengan hanya mengutamakan akhirat sehingga kita di dunia hanya menumpuk ibadah-ibadah yang sifatnya individualistic-formal.

Jadi pemahaman kita akan ibadah sudah seharusnya diganti dengan pemahaman yang lebih luas dan realistic. apapun yang baik bagi diri kita dan orang lain harusnya kita niatkan dan kita pahami sebagai ibadah yang akan mendatangkan pahala dari sisi Allah, meski itu hanya seberat dzarrah. entah itu ibadah berlabel agama ataupun tidak. karena jika pemahaman kita masih seperti yang pertama, berarti kita telah mempersempit arti ibadah itu sendiri yang pada akhirnya kita akan merasa risih jika melakukan suatu ibadah yang tak berlabel agama. Dan inilah hal yang paling buruk yang sedang menimpa kita umat Islam.

apalah arti kita hidup di dunia ini?! Dunia adalah ladang akhirat dan untuk meraihnya kita harus bisa menjadikan dunia ini sebagai tempat ibadah.
wallahu a'lam bis showab.

No comments:

Post a Comment

Other Articles